SELAMAT DATANG DI MBI TULANG BAWANG BARAT
Welcome To MBI TULANG BAWANG BARAT

Sabtu, 30 Desember 2017

SEJARAH

Agama Buddha bukan agama baru di Nusantara, terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan agung berupa Candi Borobudur dan candi-candi lainnya. Demikian pula sejarah mencatat kejayaan pendidikan agama Buddha pada masa Kerajaan Sriwijaya. Bahkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika diambil dari kitab agama Buddha, yaitu Sutasoma karya Mpu Tantular. Agama Buddha kemudian sirna bersamaan dengan runtuhnya Kerajaan Majapahit. Pada masa penjajahan Belanda, ajaran Buddha mulai dipelajari kembali dengan adanya Perhimpunan Theosofi yang mempelajari inti kebijaksanaan dari semua agama dan Perkumpulan Sam Kauw yang mempelajari tiga ajaran: Buddha, Konghucu, dan Tao. Perhimpunan Theosofi pada tahun 1934 mengundang seorang biku terkenal dari Srilanka, yaitu Narada Thera, yang selama dua minggu memberikan ceramah di berbagai kota di Indonesia. Pada tahun 1934 itu pula Perkumpulan Sam Kauw didirikan dengan ketuanya Kwee Tek Hoay seorang jurnalis yang banyak menerbitkan buku-buku tentang ajaran Buddha. 
Momentum bangkit kembalinya Agama Buddha secara nasional di bumi Indonesia terjadi setelah kemerdekaan yaitu pada tahun 1953, ditandai dengan penyelenggaraan peringatan Waisak secara besar-besaran di Candi Borobudur. Tokoh penggeraknya adalah Anagarika Tee Boan An, yang saat itu merupakan pimpinan baik pada Perhimpunan Theosofi maupun Perkumpulan Sam Kauw. Setelah sukses menyelenggarakan peringatan Waisak di Candi Borobudur tersebut (yang kemudian menjadi tradisi sampai sekarang), Anagarika Tee Boan An kemudian menerima penahbisan sebagai samanera (calon biksu) dalam tradisi Mahayana di Wihara Kong Hoa Sie Jakarta dan selanjutnya menerima penahbisan penuh sebagai biksu dalam tradisi Therawada di Burma (sekarang Myanmar) pada tahun 1954 dengan nama Ashin Jinarakkhita.


Anagarika Tee Boan An

Ashin Jinarakkhita (1923-2002) adalah putra Indonesia pertama yang menjadi biksu. Sekembalinya ke Indonesia beliau berkeliling
mengajarkan ajaran Buddha, khususnya meditasi pandangan terang (vipassana) yang menekankan praktik hidup berkesadaran. Di mana-mana umat Buddha bangkit dan mendirikan wihara. Oleh karena itu umat Buddha menyatakan Ashin Jinarakkhita adalah pelopor kebangkitan agama Buddha di Indonesia. Atas perjuangannya bagi negara dan bangsa Indonesia, pada tahun 2005 beliau dianugerahi bintang Mahaputera Utama oleh pemerintah.

Pendekatannya yang menggunakan nilai-nilai non-sektarian, inklusivisme, pluralisme, dan universalisme kemudian menjadi ciri dari gerakan Buddhayana. Nilai-nilai ini langgeng sampai sekarang dan menjadi oasis bagi masyarakat yang membutuhkan kesejukan rasa toleransi, pengertian, dan penerimaan. Gerakan Buddhayana bertujuan mewujudkan agama Buddha yang bukan hanya esensial tetapi juga kontekstual (Agama Buddha Indonesia). Untuk membantu Biksu Ashin Jinarakkhita, pada tahun 1955 dibentuk wadah Persaudaraan Upasaka Upasika Indonesia (PUUI).

Sangha Samaya Ke III
Wadah persaudaraan ini kemudian berkembang menjadi majelis agama Buddha, dan saat ini dikenal dengan nama Majelis Buddhayana Indonesia (MBI). Dari para upasaka-upasika (umat awam yang serius menekuni ajaran Buddha) kemudian muncul para calon biksu. Pada tahun 1959 dengan mengundang 13 biksu dari berbagai negara dilakukan penahbisan biksu di Indonesia, dan terbentuklah Sangha Suci Indonesia (perkumpulan para biksu) yang kemudian berkembang menjadi Sangha Agung Indonesia (Sagin).

MUNAS MBI VII

Sempat mendapat tekanan di masa akhir Orde Baru, gerakan Buddhayana yang terdapat di 26 provinsi (NAD, Sumtera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka Belitung, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua Barat, Papua) tetap konsisten mempertahankan prinsip tidak mengikatkan diri pada satu tradisi tertentu dan menjaga semangat bhinneka tunggal ika. Wihara-wihara Buddhayana dapat digunakan untuk ibadah dari berbagai tradisi agama Buddha yang berwawasan Buddhayana. Dalam Sangha Agung Indonesia, para biksu yang menerima penahbisan dari ketiga tradisi agama Buddha (Therawada, Mahayana, Wajrayana) dapat bersatu padu, terbuka untuk saling belajar dan mengembangkan praktik toleransi.

Penahbisan Biksu Sagin
Nilai - nilai yang menjadi nafas Keluarga Besar Buddhayana ini berjalan dengan harmonis dengan tren perkembangan agama Buddha di dunia, seperti misi yang dibawa oleh Biksu Thich Nath Hanh, His Holiness Dalai Lama 14, Biksuni Cheng Yen yang mendirikan Yayasan Buddha Tzu Chi, dan Ajahn Bram.


PENYERAHAN SIMBOLIS PIAGAM NARASUMBER DAN 
PESERTA BUDDHIST CAMP



PERESMIAN VIHARA BUDDHA DHARMA
PADA TANGGAL 26 NOPEMBER 2017
tiyuh KIBANG BUDI JAYA keCAMATAN LAMBU KIBANG  kab. tulanG bawang barat



KUNJUNGAN KASIH MBI
MENGIKUTI KEBAKTIAN PERINGATAN 40 HARI 
PADA TANGGAL 26 APRIL 2017


KUNJUNGAN KE VIHARA BUDDHA DHARMA
MELIHAT PROSES PEMBANGUNAN VIHARA
PADA TANGGAL 26 APRIL 2017


PELAKSANAAN KHATINA TAHUN 2017
DIVIHARA DHARMA VITAKKA-CHANDRA JAYA


BEDAH RUMAH TAHAP 2
RUMAH MBAH/IBU SAYUP

Sebelum direnovasi


Sesudah direnovasi
KEGIATAN MBI TUBA BARAT DALAM MEMBINA MUDA-MUDI 
BUDDHIST CAMP SE-TULANG BAWANG BARAT









KEGIATAN TRIWULAN 
VIHARA DHARMA METTA -GEDUNG RATU 
PADA TANGGAL 03 SEPTEMBER 2017

KEGIATAN BEDAH RUMAH TAHAP 1
Rumah Bapak RIPIN
PADA TANGGAL 05 SEMPTEMBER 2017


Kegiatan Muda-mudi 
Menghadiri kegiatan Kirap Pemuda
Pada Tanggal 17 September 2017



SEKILAS TENTANG KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT

Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tuba Barat) merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dengan Kabupaten Tulang Bawang. Kabupaten ini baru diresmikan pada tahun 2008 oleh oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto. Sebagai kabupaten baru, infrastruktur kabupaten ini masih terbatas. Penduduk Kabupaten Tuba Barat didominasi warga pendatang transmigran dari daerah Jawa, Sunda dan Bali. Mata pencarian utama penduduk adalah berkebun karet, sawit dan bertani.

Seperti halnya beberapa daerah di Provinsi Lampung, Kabupaten Tuba Barat banyak dihuni suku pendatang seperti Jawa dan Sunda yang mayoritas beragama Islam dan Suku Bali yang menganut agama Hindu serta sebagian ada yang beragama Buddha. Namun suku mayoritas di Tuba Barat adalah suku Jawa sehingga bahasa Jawa sangat umum digunakan oleh penduduk sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
 
Melalui website ini, kami berharap selain sebagai pusat informasi publik mengenai Kabupaten Tulang Bawang Barat, juga akan dapat menjadi representasi bahwa sebagai wilayah baru Kabupaten Tulang Bawang Barat memiliki banyak sekali potensi untuk menjadi yang lebih baik - lebih maju - dan lebih terdepan dalam berbagai aspek pembangunan.
 
Terima Kasih 

Susunan Pengurus

SUSUNAN PENGURUS

PENASEHAT : Romo SUMARMAN



KETUA : SUWANDI



SEKRETARIS : RIYANTO. S.Pd.B